Sejarah sebagai seni ciri-ciri nampak dalam ciri-ciri sebagai berikut (Kuntowijoyo, 1995) :
1. Sejarah memerlukan intuisi.
Kerja sorang sejarawan tidak cukup hanya mengandalkan metode dan rasionalitas yang dimilikinya, melainkan pula memerlukan intuisi yang berlangsung secara naluriah atau instinktif. Ini terjadi bukan saja dalam tahap interpretasi ataupun historiografi, melainkan berlangsung pada seluruh proses kerja sejarawan. Proses heuristik juga memerlukan ars in veniendi (seni mencari).
2. Sejarah memerlukan imaginasi.
Penggunaan imaginasi di dalam penulisan sejarah sangat penting dalam menyusun deskripsi sejarah. Imaginasi membantu untuk mampu membayangkan bagaimana proses sejarah itu terjadi. Sekalipun sejarah tak dapat dilepas dari imaginasi, namun sejarah tetap sejarah dan bukannya fiksi. Kebenaran objektivitas dan faktual sejarah tetap menjadi landasan kerja bagi seorang sejarawan.
3. Sejarah memerlukan emosi.
Sejarah yang dibahas adalah sejarahnya manusia. Manusia utuh adalah seorang pribadi yang bukan saja memiliki pikiran, namun juga memiliki perasaan. Untuk itu di dalam membuat deskripsi sejarah seorang sejarawan harus mampu menyatukan diri secara padu dengan objek yang ingin dideskripsikan. Bercerita tentang sejarah harus mampu menghadirkan objek ceritanya kepada pembaca atau pendengarnya seolah-olah mereka berhadapan sendiri dengan tokoh yang diceritakan. Sejarawan memerlukan emphati ( perasaan ) dengan segala afeksi-nya.
4. Sejarah memerlukan gaya bahasa.
Penulisan gaya bahasa memiliki peranan yang penting dalam mengkomunikasikan kisah atau cerita sejarah. Hasil penulisan sejarah tersebut menarik atau tidaknya cerita sejarah banyak bergantung pada gaya penyampaiannya. Gaya bahasa yang baik tidak harus berarti menggunakan bahasa yang berlebihan. Di dalam penulisan sejarah harus menggunakan bahasa yang efektif. Kadang-kadang bahasa sederhana justru lebih menarik dan komunikatif. Hanya harus diperhatikan bahwa seorang sejarawan harus mampu memberikan deskripsi secara detail. Sejarawan harus mampu mendeskripsikan peristiwa sejarah sebagai layaknya seorang pelukis melukiskan secara naturalis.
Sejarah sebagai seni menjadi nyata mempunyai kedudukan dengan ditempatkannya Jurusan Sejarah di universitas-universitas sebagai bagian dari Fakultas Ilmu Budaya. Bukan tanpa alasan ilmu sejarah berupaya menampilkan segala sesuatu yang sungguh faktual, namun yang faktual itu dikomunikasikan dengan cara dan gaya yang menarik, agar keindahan-Nya dapat dinikmati.
1. Sejarah memerlukan intuisi.
Kerja sorang sejarawan tidak cukup hanya mengandalkan metode dan rasionalitas yang dimilikinya, melainkan pula memerlukan intuisi yang berlangsung secara naluriah atau instinktif. Ini terjadi bukan saja dalam tahap interpretasi ataupun historiografi, melainkan berlangsung pada seluruh proses kerja sejarawan. Proses heuristik juga memerlukan ars in veniendi (seni mencari).
2. Sejarah memerlukan imaginasi.
Penggunaan imaginasi di dalam penulisan sejarah sangat penting dalam menyusun deskripsi sejarah. Imaginasi membantu untuk mampu membayangkan bagaimana proses sejarah itu terjadi. Sekalipun sejarah tak dapat dilepas dari imaginasi, namun sejarah tetap sejarah dan bukannya fiksi. Kebenaran objektivitas dan faktual sejarah tetap menjadi landasan kerja bagi seorang sejarawan.
3. Sejarah memerlukan emosi.
Sejarah yang dibahas adalah sejarahnya manusia. Manusia utuh adalah seorang pribadi yang bukan saja memiliki pikiran, namun juga memiliki perasaan. Untuk itu di dalam membuat deskripsi sejarah seorang sejarawan harus mampu menyatukan diri secara padu dengan objek yang ingin dideskripsikan. Bercerita tentang sejarah harus mampu menghadirkan objek ceritanya kepada pembaca atau pendengarnya seolah-olah mereka berhadapan sendiri dengan tokoh yang diceritakan. Sejarawan memerlukan emphati ( perasaan ) dengan segala afeksi-nya.
4. Sejarah memerlukan gaya bahasa.
Penulisan gaya bahasa memiliki peranan yang penting dalam mengkomunikasikan kisah atau cerita sejarah. Hasil penulisan sejarah tersebut menarik atau tidaknya cerita sejarah banyak bergantung pada gaya penyampaiannya. Gaya bahasa yang baik tidak harus berarti menggunakan bahasa yang berlebihan. Di dalam penulisan sejarah harus menggunakan bahasa yang efektif. Kadang-kadang bahasa sederhana justru lebih menarik dan komunikatif. Hanya harus diperhatikan bahwa seorang sejarawan harus mampu memberikan deskripsi secara detail. Sejarawan harus mampu mendeskripsikan peristiwa sejarah sebagai layaknya seorang pelukis melukiskan secara naturalis.
Sejarah sebagai seni menjadi nyata mempunyai kedudukan dengan ditempatkannya Jurusan Sejarah di universitas-universitas sebagai bagian dari Fakultas Ilmu Budaya. Bukan tanpa alasan ilmu sejarah berupaya menampilkan segala sesuatu yang sungguh faktual, namun yang faktual itu dikomunikasikan dengan cara dan gaya yang menarik, agar keindahan-Nya dapat dinikmati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar