Jepang merupakan sebuah negara yang dibangun atas dasar sikap disiplin yang tinggi, serta membudayakan rasa malu yang telah mengakar hingga keanak cucu mereka. Negara yang selalu menerapkan pendidikan adalah pilar utama bagi kemajuan bangsanya. Negara yang telah banyak mengguncang dunia dengan berbagai penemuan ilmiah mereka, terutama dalam bidang teknologi otomotif dan perangkat elektronik. Negara yang pemimpinnya tahu diri, serta tidak malu mengakui jika melakukan kesalahan, berani mundur walau nilai korupsi yang dilakukan lebih kecil dari gaji yang diterimanya. Negara yang masyarakatnya gila baca, negara yang jumlah oplah surat kabarnya terbanyak didunia, negara yang masyarakatnya mempunyai falsafah "gambaru" yang berarti berjuang mati-matian sampai darah penghabisan.
Itulah gambaran singkat mengenai sebuah negara yang bernama Jepang. Dan gambaran singkat tersebut, akhir-akhir ini banyak diperbincangkan kembali oleh beberapa media, baik media elektronik dan media cetak di seluruh dunia. Hal ini terjadi, setelah negara tersebut kembali diguncang oleh Gempa Bumi dan Tsunami hebat pada Tanggal 11 Maret 2011 yang lalu. Masyarakat dunia pun kembali berduka. Sama seperti duka mereka kepada para korban Gempa Bumi dan Tsunami yang menimpa saudara-saudara kita di Aceh pada 26 Desember 2004 yang lalu.
Itulah yang namanya musibah, kita tidak perlu tahu kapan dia datang, dan dia akan pergi setelah meninggalkan kehancuran, air mata dan darah para korban yang terhimpit bangunan rubuh serta tergulung ombak tsunami.
Tetapi bukan Jepang namanya kalau tidak siap menghadapi musibah seperti halnya Gempa Bumi dan Tsunami yang telah saban waktu melanda negara mereka.Jadi tidak mengherankan bila setiap sekolah di Jepang, mulai dari tingkat paling dasar sudah mendidik para siswanya agar mengambil sikap berlindung ketika gempa terjadi dan kemana mereka harus berlari ketika tsunami datang. Pengalaman telah mendidik mereka untuk siap menghadapi bencana,dan kenyataan bisa kita lihat dalam pemberitaan diberbagai media, ketika terjadi gempa bumi, mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan, dan ketika terjadi tsunami mereka sudah tahu harus kemana, karena hampir semua sudut kota dan pedesaan di Negara Jepang dipasangi petunjuk (pamplet) yang berisikan simbol atau kata-kata tentang metode menyelamatkan diri jika terjadi bencana. Maka, pada saat terjadi Gempa Bumi dan Tsunami pada 11 Maret 2011 lalu, yang tersirat diwajah para korban hanyalah kesedihan dan rasa haru ketika berhasil bertemu kembali dengan keluarga mereka di pengungsian. Tidak ada ratapan yang mereka pertontonkan didepan ratusan kamera televisi dan fotografer yang meliput, tidak ada penjarahan toko yang dilakukan oleh masyarakat, mereka masih tetap sabar mengantri tertib, hanya untuk mendapatkan satu liter minyak tanah, yang akan digunakan untuk menyalakan api,serta menghangatkan tubuh karena musim dingin yang sedang berlangsung. Tidak ada sifat sombong dari seorang menajer SPBU ketika harus turun tangan langsung, menjadi penjual bahan bakar dan menjualnya dengan harga normal meski persedian terbatas tanpa suplai. Semua dilakukan hanya untuk menolong sesama anak bangsa yang sedang ditimpa musibah, tanpa memikirkan untung besar dan memperkaya diri. Apalagi disaat negara mereka, sedang ditimpa bencana hebat. Bandingkan jika bencana tersebut terjadi di negara kita!
Pasca bencana yang terjadi, semuanya tampak kembali seperti biasa, sama seperti hari kemarin sebelum Gempa Bumi dan Tsunami terjadi, yang membedakan adalah suasana porak poranda akibat gedung yang hancur dan sampah yang menumpuk.
Mereka semuanya belajar dari pengalaman, pengalaman telah mendewasakan mereka untuk berbuat, bersikap tanpa ingin melakukan kesalahan. Tetapi bukan manusia namanya jika tidak melakukan kesalahan. Setelah negara mereka hancur ditimpa bencana Gempa dan Tsunami, krisis nuklir kembali menghantui. Hal ini terjadi setelah meledaknya salah satu PLTN yang ada di negara tersebut, dan menimbulkan kepanikan akibat radiasi yang ditimbulkan oleh zat radio aktif yang ikut terbawa disaat terjadinya ledakan.
Radiasi tersebut juga diprediksi akan meluas ke beberapa negara disekitar Jepang, termasuk juga Indonesia, yang jaraknya ribuan mil. Masyarakat pun menjadi khawatir jika radiasi tersebut akan benar-benar sampai ke Indonesia. Sebuah rasa kekhawatiran yang bisa dikatakan berlebihan, tetapi patut diwaspadai.
Mungkin yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa masyarakat Jepang masih sanggup untuk mengurusi dirinya sendiri? Padahal bencana yang melanda negara merekabegitu besar dan menimbulkan kerusakan yang begitu parah. Seakan mereka ingin mengatakan, inilah kami sebenarnya. Inilah nilai kecerdasan kami, yang harus kami bayar mahal lewat alat teknologi pendeteksi Gempa Bumidan Tsunami yang tidak bisa memprediksi kapan bencana tersebut akan datang.
Bila mengingat kejadian tersebut, sedih rasanya membayangkan alat pedeteksi Gempa Bumi dan Tsunami yang pernah dipasang disekitaran perairan Indonesia. Kebanyakan sudah rusak akibat kikisan air laut dan hilang tak berbekas akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab, hal ini diketahui setelah terjadinya Gempa Bumi dan Tsunami menghancurkan Kepulauan Mentawai tahun 2010 yang lalu. Masyarakat tidak mendengar adanya suara serine dari alat pendeteksi tsunami yang telah dipasang disekitar Kepulaan Mentawai.
Pada masa terjadinya perang dunia ke dua, Negara Jepang pernah dijatuhi Bom Atom, menghancurkan dua kota modern mereka Hiroshima dan Nagasaki.Kekuatan bom dengan nama "Little Boy" dan "Fat Man" tersebut, setara dengan 20.000 ton TNT dan mampu menghancurkan serta melelehkan besi, hingga menewaskan hampir 200.000 korban jiwa.
Banyak yang mengatakan akibat kejadian tersebut, Jepang tidak akan mampu bangkit kembali. Karena kehancuran dan jumlah korban jiwa yang begitu besar, ditambah lagi dengan pengaruh radiasi yang terjadi akan berdampak panjang kepada generasi mereka hingga puluhan tahun kedepan. Namun semuanya terbantahkan, mereka mampu bangkit dan menjadi sebuah bangsa maju dan bersaing dengan bangsa besar di dunia ini.
Bagi masyarakat Jepang,Tuhan menciptakan otak mereka untuk berfikir, bukan untuk mengeluh dan meratapi nasib. Pemimpin Jepang, pasca kejatuhan bom atom hanya menanyakan kepada bawahannya "Berapa orang tenaga guru yang masih hidup? Bukan pertanyaan "Berapa kerugian akibat bom atom yang telah menghancurkan kota Hiroshima dan Nagasaki ? Bandingkan dengan pemimpin dinegara kita!
Sebagai bangsa yang mempunyai mental baja, Jepang tetaplah negara yang manusianya memiliki tekat untuk terus maju dan dapat membantu negara lain. Ditengah bencana Gempa Bumi dan Tsunami yang sedang mereka hadapi, pada tanggal 17 maret 2011 bertempat di Jakarta, melalui wakil Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang, Kaname Kajima. Pemerintah Jepang dan Pemerintah Indonesia menandatangani sebuah program kerjasama yang diberi nama Metropolitan Priority Area (MPA) yaitu sebuah konsep Greater Jakarta atau perluasan pembangunan wilayah Jakarta. Itulah Jepang, sebuah negara hebat yang ada dikawasan asia. Negara yang saat ini seharusnya memikirkan diri, tetapi malah memikirkan negara lain.
Sebagai sebuah negara maju, Jepang sangat tergantung kepada berbagai sumber energi, salah satunya adalah energi listrik. Hal ini dikarenakan keberadaan berbagai perusahaan besar yang ada di negara tersebut. Keinginan masyarakatnya untuk memiliki energi listrik mandiri telah mengantar mereka untuk memanfaatan energi nuklir.
Kita patut kagum kepada Bangsa Jepang, sebagai sebuah bangsa yang tidak memiliki kekayaan sumber daya alam, tetapi mampu mempengaruhi kenaikan harga produk sumber daya alam dinegara lain. Sungguh sebuah negara yang luar biasa.
Saya sendiri masih ingat akan tulisan disebuah surat kabar nasional beberapa tahun yang lalu, mengenai pemanfaatan energi listrik dari proses daur ulang sampah. Para peneliti di Jepang berhasil membuat tempat daur ulang sampah yang energinya dialirkan untuk memanaskan sebuah kolam renang umum seluas dua kali lapangan bola volly. Sekilas konsep yang mereka terapkan kelihatan aneh, tetapi mereka telah berhasil membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, bahkan sisa dari pengolahan sampah menjadi energi listrik diolah kembali menjadi beberapa komponen lainnya, tanpa ada sisa.
Bagaimana dengan sampah dinegara kita? Apakah masih kurang tinggi tumpukan sampah dibeberapa TPA, seperti halnya sampah yang ada di TPA Bantar Gebang sana? Kenapa tidak dimanfaatkan saja sampah tersebut untuk energi pembangkit listrik? Indonesia memiliki putra-putri yang hebat. Biarkan mereka belajar tentang energi alternatif tersebut ke Jepang sana. Ini lebih baik daripada membiayai studi banding pejabat negara yang kebanyakan tidak ada hasilnya.
Dalam beberapa minggu ini, saban hari kita selalu membaca berita mengenai rencana pembangunan PLTN di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sebuah rencana yang belum apa-apa sudah menimbulkan kontroversi ditengah masayarakat. Ada yang setuju mendukung, adapula yang menghujat tanda tidak setuju.
Fenomena kehadiran sebuah PLTN, memang akan berdampak positif terhadap keberlangsungan energi listrik dimasa yang akan datang. Tetapi yang perlu diingat adalah, energi yang bersumber dari Nuklir ini juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan sekitar PLTN, bila terjadi sebuah kecelakaan maupun bencana.
Sebenarnya, alam telah memberikan banyak energi alternatif yang bisa dimanfaatkan menjadi energi listrik, seperti: Energi Matahari, Energi Ombak Laut, Energi dari Bio GAs, Energi Panas Bumi dan berbagai jenis energi lain yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik. Mungkin karena faktor keterbatasan SDM dandana sehingga kita belum bisa memanfaatkan energi tersebut dalam skala lebih besar.
Terlepas dari semua yang telah disampaikan diatas, konsep dari sebuah negara maju adalah mau belajar dari pengalaman dan terus belajar untuk memperbaiki diri dari setiap kesalahan yang pernah dilakukan, agar kedepan nantianak cucu mereka bisa merasakan betapa hebatnya negara yang telah membesarkan mereka.
Itulah gambaran singkat mengenai sebuah negara yang bernama Jepang. Dan gambaran singkat tersebut, akhir-akhir ini banyak diperbincangkan kembali oleh beberapa media, baik media elektronik dan media cetak di seluruh dunia. Hal ini terjadi, setelah negara tersebut kembali diguncang oleh Gempa Bumi dan Tsunami hebat pada Tanggal 11 Maret 2011 yang lalu. Masyarakat dunia pun kembali berduka. Sama seperti duka mereka kepada para korban Gempa Bumi dan Tsunami yang menimpa saudara-saudara kita di Aceh pada 26 Desember 2004 yang lalu.
Itulah yang namanya musibah, kita tidak perlu tahu kapan dia datang, dan dia akan pergi setelah meninggalkan kehancuran, air mata dan darah para korban yang terhimpit bangunan rubuh serta tergulung ombak tsunami.
Tetapi bukan Jepang namanya kalau tidak siap menghadapi musibah seperti halnya Gempa Bumi dan Tsunami yang telah saban waktu melanda negara mereka.Jadi tidak mengherankan bila setiap sekolah di Jepang, mulai dari tingkat paling dasar sudah mendidik para siswanya agar mengambil sikap berlindung ketika gempa terjadi dan kemana mereka harus berlari ketika tsunami datang. Pengalaman telah mendidik mereka untuk siap menghadapi bencana,dan kenyataan bisa kita lihat dalam pemberitaan diberbagai media, ketika terjadi gempa bumi, mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan, dan ketika terjadi tsunami mereka sudah tahu harus kemana, karena hampir semua sudut kota dan pedesaan di Negara Jepang dipasangi petunjuk (pamplet) yang berisikan simbol atau kata-kata tentang metode menyelamatkan diri jika terjadi bencana. Maka, pada saat terjadi Gempa Bumi dan Tsunami pada 11 Maret 2011 lalu, yang tersirat diwajah para korban hanyalah kesedihan dan rasa haru ketika berhasil bertemu kembali dengan keluarga mereka di pengungsian. Tidak ada ratapan yang mereka pertontonkan didepan ratusan kamera televisi dan fotografer yang meliput, tidak ada penjarahan toko yang dilakukan oleh masyarakat, mereka masih tetap sabar mengantri tertib, hanya untuk mendapatkan satu liter minyak tanah, yang akan digunakan untuk menyalakan api,serta menghangatkan tubuh karena musim dingin yang sedang berlangsung. Tidak ada sifat sombong dari seorang menajer SPBU ketika harus turun tangan langsung, menjadi penjual bahan bakar dan menjualnya dengan harga normal meski persedian terbatas tanpa suplai. Semua dilakukan hanya untuk menolong sesama anak bangsa yang sedang ditimpa musibah, tanpa memikirkan untung besar dan memperkaya diri. Apalagi disaat negara mereka, sedang ditimpa bencana hebat. Bandingkan jika bencana tersebut terjadi di negara kita!
Pasca bencana yang terjadi, semuanya tampak kembali seperti biasa, sama seperti hari kemarin sebelum Gempa Bumi dan Tsunami terjadi, yang membedakan adalah suasana porak poranda akibat gedung yang hancur dan sampah yang menumpuk.
Mereka semuanya belajar dari pengalaman, pengalaman telah mendewasakan mereka untuk berbuat, bersikap tanpa ingin melakukan kesalahan. Tetapi bukan manusia namanya jika tidak melakukan kesalahan. Setelah negara mereka hancur ditimpa bencana Gempa dan Tsunami, krisis nuklir kembali menghantui. Hal ini terjadi setelah meledaknya salah satu PLTN yang ada di negara tersebut, dan menimbulkan kepanikan akibat radiasi yang ditimbulkan oleh zat radio aktif yang ikut terbawa disaat terjadinya ledakan.
Radiasi tersebut juga diprediksi akan meluas ke beberapa negara disekitar Jepang, termasuk juga Indonesia, yang jaraknya ribuan mil. Masyarakat pun menjadi khawatir jika radiasi tersebut akan benar-benar sampai ke Indonesia. Sebuah rasa kekhawatiran yang bisa dikatakan berlebihan, tetapi patut diwaspadai.
Mungkin yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa masyarakat Jepang masih sanggup untuk mengurusi dirinya sendiri? Padahal bencana yang melanda negara merekabegitu besar dan menimbulkan kerusakan yang begitu parah. Seakan mereka ingin mengatakan, inilah kami sebenarnya. Inilah nilai kecerdasan kami, yang harus kami bayar mahal lewat alat teknologi pendeteksi Gempa Bumidan Tsunami yang tidak bisa memprediksi kapan bencana tersebut akan datang.
Bila mengingat kejadian tersebut, sedih rasanya membayangkan alat pedeteksi Gempa Bumi dan Tsunami yang pernah dipasang disekitaran perairan Indonesia. Kebanyakan sudah rusak akibat kikisan air laut dan hilang tak berbekas akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab, hal ini diketahui setelah terjadinya Gempa Bumi dan Tsunami menghancurkan Kepulauan Mentawai tahun 2010 yang lalu. Masyarakat tidak mendengar adanya suara serine dari alat pendeteksi tsunami yang telah dipasang disekitar Kepulaan Mentawai.
Bangsa Pemberani
Pada masa terjadinya perang dunia ke dua, Negara Jepang pernah dijatuhi Bom Atom, menghancurkan dua kota modern mereka Hiroshima dan Nagasaki.Kekuatan bom dengan nama "Little Boy" dan "Fat Man" tersebut, setara dengan 20.000 ton TNT dan mampu menghancurkan serta melelehkan besi, hingga menewaskan hampir 200.000 korban jiwa.
Banyak yang mengatakan akibat kejadian tersebut, Jepang tidak akan mampu bangkit kembali. Karena kehancuran dan jumlah korban jiwa yang begitu besar, ditambah lagi dengan pengaruh radiasi yang terjadi akan berdampak panjang kepada generasi mereka hingga puluhan tahun kedepan. Namun semuanya terbantahkan, mereka mampu bangkit dan menjadi sebuah bangsa maju dan bersaing dengan bangsa besar di dunia ini.
Bagi masyarakat Jepang,Tuhan menciptakan otak mereka untuk berfikir, bukan untuk mengeluh dan meratapi nasib. Pemimpin Jepang, pasca kejatuhan bom atom hanya menanyakan kepada bawahannya "Berapa orang tenaga guru yang masih hidup? Bukan pertanyaan "Berapa kerugian akibat bom atom yang telah menghancurkan kota Hiroshima dan Nagasaki ? Bandingkan dengan pemimpin dinegara kita!
Sebagai bangsa yang mempunyai mental baja, Jepang tetaplah negara yang manusianya memiliki tekat untuk terus maju dan dapat membantu negara lain. Ditengah bencana Gempa Bumi dan Tsunami yang sedang mereka hadapi, pada tanggal 17 maret 2011 bertempat di Jakarta, melalui wakil Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang, Kaname Kajima. Pemerintah Jepang dan Pemerintah Indonesia menandatangani sebuah program kerjasama yang diberi nama Metropolitan Priority Area (MPA) yaitu sebuah konsep Greater Jakarta atau perluasan pembangunan wilayah Jakarta. Itulah Jepang, sebuah negara hebat yang ada dikawasan asia. Negara yang saat ini seharusnya memikirkan diri, tetapi malah memikirkan negara lain.
Sumber Energi
Sebagai sebuah negara maju, Jepang sangat tergantung kepada berbagai sumber energi, salah satunya adalah energi listrik. Hal ini dikarenakan keberadaan berbagai perusahaan besar yang ada di negara tersebut. Keinginan masyarakatnya untuk memiliki energi listrik mandiri telah mengantar mereka untuk memanfaatan energi nuklir.
Kita patut kagum kepada Bangsa Jepang, sebagai sebuah bangsa yang tidak memiliki kekayaan sumber daya alam, tetapi mampu mempengaruhi kenaikan harga produk sumber daya alam dinegara lain. Sungguh sebuah negara yang luar biasa.
Saya sendiri masih ingat akan tulisan disebuah surat kabar nasional beberapa tahun yang lalu, mengenai pemanfaatan energi listrik dari proses daur ulang sampah. Para peneliti di Jepang berhasil membuat tempat daur ulang sampah yang energinya dialirkan untuk memanaskan sebuah kolam renang umum seluas dua kali lapangan bola volly. Sekilas konsep yang mereka terapkan kelihatan aneh, tetapi mereka telah berhasil membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, bahkan sisa dari pengolahan sampah menjadi energi listrik diolah kembali menjadi beberapa komponen lainnya, tanpa ada sisa.
Bagaimana dengan sampah dinegara kita? Apakah masih kurang tinggi tumpukan sampah dibeberapa TPA, seperti halnya sampah yang ada di TPA Bantar Gebang sana? Kenapa tidak dimanfaatkan saja sampah tersebut untuk energi pembangkit listrik? Indonesia memiliki putra-putri yang hebat. Biarkan mereka belajar tentang energi alternatif tersebut ke Jepang sana. Ini lebih baik daripada membiayai studi banding pejabat negara yang kebanyakan tidak ada hasilnya.
Dalam beberapa minggu ini, saban hari kita selalu membaca berita mengenai rencana pembangunan PLTN di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sebuah rencana yang belum apa-apa sudah menimbulkan kontroversi ditengah masayarakat. Ada yang setuju mendukung, adapula yang menghujat tanda tidak setuju.
Fenomena kehadiran sebuah PLTN, memang akan berdampak positif terhadap keberlangsungan energi listrik dimasa yang akan datang. Tetapi yang perlu diingat adalah, energi yang bersumber dari Nuklir ini juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan sekitar PLTN, bila terjadi sebuah kecelakaan maupun bencana.
Sebenarnya, alam telah memberikan banyak energi alternatif yang bisa dimanfaatkan menjadi energi listrik, seperti: Energi Matahari, Energi Ombak Laut, Energi dari Bio GAs, Energi Panas Bumi dan berbagai jenis energi lain yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik. Mungkin karena faktor keterbatasan SDM dandana sehingga kita belum bisa memanfaatkan energi tersebut dalam skala lebih besar.
Terlepas dari semua yang telah disampaikan diatas, konsep dari sebuah negara maju adalah mau belajar dari pengalaman dan terus belajar untuk memperbaiki diri dari setiap kesalahan yang pernah dilakukan, agar kedepan nantianak cucu mereka bisa merasakan betapa hebatnya negara yang telah membesarkan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar